Friday, October 23, 2015

ESTETIKA


ESTETIKA
A.  Pengertian, Definisi
     1.  Pengertian Estetika

           Istilah estetika berasal dari kata Yunani:
      a. Estetika yang berarti hal-hal yang dapat dicerap dengan panca indra
b. Aisthesis yang berarti pencerapan panca indra (sense percepstion)
c. Estetika Adalah segala sesuatu dan kajian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan seni
 Jadi, estetika menurut arti etimologis, adalah teori tentang ilmu penginderaan. Pencerapan panca indra sebagai titik tolak dari pembahasan Estetika didasarkan pada asumsi bahwa timbulnya rasa keindahan itu pada awalnya melalui rangsangan panca indra.
Istilah estetika sebagai ”ilmu tentang seni dan keindahan” pertama kali diperkenalkan oleh Alexander Gottlieb Baumgarten, seorang filsuf Jerman yang hidup pada tahun 1714-1762. Walaupun pembahasan estetika sebagai ilmu baru dimulai pada abad ke XVII namun pemikiran tentang keindahan dan seni sudah ada sejak zaman Yunani Kuno, yang disebut dengan istilah
 ”beauty” yang diterjemahkan dengan istilah ”Filsafat Keindahan”. Keindahan, menurut luasnya lingkupan dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
1.  Keindahan dalam arti yang terluas, meliputi keindahan alam, keindahan seni, keindahan moral, keindahan intelektual dan keindahan mutlak (absolut)
2.      Keindahan dalam arti estetis murni : menyangkut pengalaman esetetis dari seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang dicerapnya.
3.     Keindahan dalam arti terbatas hanya menyangkut benda-benda yang dicerap dengan penglihatan, yakni berupa kiendahan bentuk dan warna (The Linag Gie, 1996:17-18).  
Dalam kenyataanya, pencerapan indra penglihatan hanya bersifat terbatas yang menyangkut cahaya, warna dan bentuk. Keindahan dalam arti pengertian inderawi sebenarnya lebih luas daripada yang dapat ditangkap oleh indera penglihatan, sebab beberapa karya seni dapat pula dicerap oleh indera pendengaran, misalnya seni suara.
Keindahan dalam arti luas mengandung pengertian idea kebaikan, misalnya Plato menyebut watak yang indah dan hukum yang indah, sedangkan Aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu yang baik dan juga menyenangkan.   
2.      Definisi
        Definisi estetika itu beragam. Tiap-tiap filsuf mempunyai pendapat yang berbeda antara satu dengan yang lain. Tetapi pada prinsipnya, mereka sependapat bahwa estetika adalah cabang ilmu filsafat yang membahas tentang keindahan/hal yang indah, yang terdapat dalam alam dan seni. Definisi-definisi itu diantaranya:

a.      Definisi umum :
Estetika adalah cabang filsafat yang membahas mengenai keindahan/hal yang indah, yang terdapat pada alam dan seni.

b.      Luis O. Kattoff:
Cabang filsafat yang membicarakan definisi, susunan dan peranan keindahan, khususnya di dalam seni.

c.       Dictionary of Philosophy (dagobert D. Runes):
Cabang filsafat yang berhubungan dengan keindahan atau hal yang indah, khusunya dalam seni serta citarasa dan ukuran-ukuran nilai baku dalam menilai seni.
d.      The Encyclopedia of Philosophy
Estetik adalah cabang Filsafat yang bertalian dengan penguraian pengertian-pengertian dan pemecahan persoalan-persoalan yang timbul bilamana seseorang merenungkan tentang benda-benda estetis. Pada gilirannya benda-benda estetis adalah semua benda yang tekena oleh pengalaman estetis; dengan demikian hanyalah setelah pengemalan estetis dapat secukupnya dinyarakan ciri-ciri bisalah seseorang menentukan batasnya golongan benda-benda estetis tersebut.

e.       William Halverson
Cabang filsafat (axciology)yang bertalian dengan sifat dasa dari nilai-nilai non-moral khususnya keindahan dan nilai-nilai lainya apapun yang mempunyai sangkutan istimewa dengan seni.

f.       Van meter Ames (Collier's Encyclopedia)
Penelaahan tentang apa yang tersangkut dalam penciptaan, penghargaan dan kritik seni, dalam ubungan seni dengan peranan yang berubah dari sei dalam suatu dunia pancaroba.
g.      Gerome Stolnitz (The Encyclopedia of Phylosophy)
Estetika dilukiskan sebagai penelaahan filsafati tentang keindahan dan kejelekan. Keindahan mempunyai nilai estetis yang bersifat positif, sedangkan kejelekan mempunyai nilai estetis yang bersifat negatif. Hal yang jelek bukan berarti tidak adanya unsur keindahan.

h.      The american Society for aestheties
Semua penelaahan menenai seni dan bermacam-macam pengalaman yang berhubungan dengan itu dari suatu sudut pandang filsafati, ilmiah dan teoritis lainnya, termasuk dari psikologi, sosiologi, anthropology, sejarah kebudayaan kritik seni dan pendidikan (The Liang Gie,1976,16-31).

        3.  PANDANGAN FILOSOF TENTANG ESTETIKA
              Menurut Plotinus filsafat estetika adalah keindahan yang memiliki nilai spiritual karena itu etetika dekat sekali dengan kehidupan moral. Esensi keindahan tidak terletak pada harmoni dan simetri. Keindahan itu menyajikan keintiman dengan Tuhan yang Maha Sempurna. Ada semacam skala menaik tentang keindahan, mulai dari keindahan yang bersifat inderawi, naik ke emosi, kemudian kesusunan alam semesta yang imaterial. Jadi, keindahan itu bertingkat mulai dari keindahan indrawi sampai kepada keindahan ilahiah.
Keindahan itu, katanya, menyatakan dirinya terutama dalam penglihatan, tetapi ada juga keindahan untuk di dengar. Pikiran meningkatkan keindahan itu kepada susunan keindahan yang lebih tinggi, misalnya keindahan tindakan, keindahan penemuan akal, dan keindahan kebijaksanaan. Lebih tinggi lagi ialah keindahan yang digunakan dalam argument. Apa yang membuat sesuatu menjadi indah? Apakah ada suatu prinsip yang bekerja sehingga sesuatu menjadi indah? Kalau ada, apa  prinsip itu? Prinsip itu ialah kesadaran yang bersatu dengan jiwa. Itu terdapat didalam diri karena diri itu berapiliasi dengan Yang Maha Indah.
Pendapat itu tentulah muncul karena Plotinus berpendapat bahwa antara keindahan di bumi dan keindahan yang ada dilangit terdapat hubungan. Sesuatu akan indah apabila ia mengikuti bentuk ideal. Penciptaan keindahan harus melalui komunikasi pikiran yang mengalir dari Tuhan. Kesimpulannya ialah bahwa keindahan tertinggi serta sumber keindahan adalah Tuhan.
Konsep keindahan pada Plotinus berhubungan juga dengan pandangannya tentang kejahatan. Kejahatan, menurut Plotinus tidak mempunyai realitas metafisis. Perbuatan jahat adala perbuatan aku yang rendah. Aku yang rendah ini bukanlah aku yang berupa realitas pada manusia. Aku yang berupa realitas ialah aku yan murni. Aku yang murni itu terdiri atas logos dan nous.logos menerima dari nous (akal) idea-idea yang kekal. Dengan perantara logos (pikiran) jiwa hanya dapat melakukan tugas yang mulia, yang tujuannya bersatu dengan Tuhan.
Kejahatan bukan realitas, kejahatan itu diadakan sebagai syarat kesempurnaan alam. Didalam alam ini ditemukan hal-hal yang bertentangan, putih-hitam, panas-dingin, terlatar-tak terlatar, indah-tak indah, baik-buruk. Semua ini merupakan anggota suatu kehidupan. Jumlah mereka itu merupakan suatu kekompakan alam semesta.
BABII
PENUTUP
1.KESIMPULAN
Esetetika berasal dari Bahasa Yunani, dibaca aisthetike. Pertama kali digunakan oleh filsuf Alexander Gottlieb Baumgarten pada 1735 untuk pengertian ilmu tentang hal yang bisa dirasakan lewat perasaan.
Filasafat estetika adalah cabang ilmu dari filsafat Aksiologi, yaitu filsafat nilai. Istilah Aksiologi digunakan untuk menberikan batasan mengenai kebaikan, yang meliputi etika, moral, dan perilaku. Adapun Estetika yaitu memberikan batasan mengenai hakikat keindahan atau nilai keindahan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir, 1974, Diktat Estetika Timur (terjemahan dari Enciklopedia of the World Art) ASRI, Yogyakarta

Abdul Kadir, 1974, Diktat Estetika Barat (terjemahan dari Enciklopedia of the World Art) ASRI, Yogyakarta

Abdul Kadir, 1975, Pengantar Estetika (terjemahan dari Enciklopedia of the World Art) ASRI, Yogyakarta

Agus Sachari, 1989, Estetika Terapan, NOVA, Bandung

No comments:

Post a Comment