Friday, October 23, 2015

Ahmad Tafsir

BAB II
PEMBAHASAN

A.Biografi Ahmad Tafsir
1.Latar Belakang Ahmad Tafsir
Ahmad Tafsir, lahir di Bengkulu 19 April 1942. Pendidikannya diawali diSekolah Rakyat (sekarang SD) di Bengkulu, melanjutkan sekolah di PGA (Pendidika Guru Agama) 6 tahun di Yogyakarta. Selanjutnya belajar di Fakultas Tarbiyah IAIN Yogyakarta, dan menyelesaikan Jurusan Pendidikan Umum tahun 1969. Tahun 1975-1976 (selama 9 bulan) mengambil Kursus Filsafat di IAIN Yogyakarta. Tahun 1982 mengambil Program S2 di IAIN Jakarta. Tahun 1987 sudah menyelesaikan S3 di IAIN Jakarta juga. Sejak tahun 1970, Tafsir mengajar di Fakultas Tarbiyah IAIN Bandung, sampai sekarang. Tahun 1993, Guru Besar Ilmu Pendidikan ini mempelopori berdirinya Asosiasi Sarjana Pendidikan Islam. (ASPI). Sejak Januari 1997 diangkat menjadi Guru Besar pada Fakultas Tarbiyah IAIN Bandung.
Pada dasarnya Ahmad Tafsir adalah insan pendidikan dan dakwah. Pengalaman pendidikan, pekerjaan, dan pergaulannya menempatkannya sebagai sosok yang kaya pengalaman dengan lingkungan pergaulan yang luas menembus batas. Latar belakang pendidikannya berangkat dari Pesantren Salafi, tetapi selanjutnya mengikuti pendidikan formal hingga S3. Ia banyak diundang seminar dan berani mengetengahkan persoalan di luar disiplin ilmunya yaitu masalah tasawuf dalam konteksnya membangun insan kamil. Tidak heran jika makalahnya dimuat dalam bentuk buku, misalnya dalam tasawuf menuju terbentuknya insan kamil, ia menyatakan perkembangan tasawuf mempunyai makna yang khusus ketika muncul guru-guru sufi. Jadi, menurut Ahmad Tafsir bahwa pada tahap pertama, berjalanlah tasawuf dalam arti zuhud dan ibadah-ibadah sunnah. Hal ini terjadi kira-kira sejak zaman Nabi Saw. Pada tahap kedua, muncul guru-guru sufi yang sudah mencapai tingkatan tinggi. Mereka mengajarkan wirid dan tarekatnya. Sebelum Al-Ghazali pun jenis-jenis tarekat itu sudah ada. Lalu ada perkembangan sangat berarti di zaman Al-Ghazali yang berjalan cukup panjang". Pada masa ini, tasawuf sudah berbeda dari sebelumnya. Sebab, tasawuf sudah bercampur dengan filsafat.
Menurut Ahmad Tafsir, di kalangan orang Syi'ah, tradisi tasawuf kuat sekali, dibarengi dengan filsafat dan fikih ortodoks yang juga kuat. Pikiran Syi'ah memang agak ganjil. FikihSyi'ah kadang kadang tampak rasional dan kadang-kadang tampak sangat kaku. Filsafat mereka juga kadang-kadang rasional sekali dan kadang-kadang sudah bercampur dengan 'irfan sehingga tidak tampak lagi ciri rasionalnya. Sementara itu, menurut Ahmad Tafsir bahwa yang ia saksikan selama ini di Indonesia, ketiga-tiganya saling terpisah. Jarang sekali, seorang ahli fikih adalah juga seorang filosof atau seorang sufi. Demikian juga sebaliknya. Padahal,
warna tasawuf yang sudah dicampur dengan filsafat dan fikih sudah ada pada zaman Mulla Shadra yang dimulai sejak Al-Ghazali. Pernah ada orang bertanya kepada Ahmad Tafsir,: mungkinkah Syi'ah Iran masuk ke Indonesia? Dulu, dizaman Imam Khomeini, hal itu bisa mungkin dan bisa mustahil. Salah satu kemungkinannya disebabkan tarekat demikian kuat di Indonesia. Karena Syi'ah adalah tarekat, ia mungkin bisa masuk ke Indonesia tanpa orang harus menjadi Syi'ah.Akan tetapi, hal itu bisa juga mustahil kalau Syi'ah dilihat sebagai mazhab yang ekstrem secara politik. Sebab, watak orang Indonesia tidaklah ekstrem, tetapi damai. Jika Syi'ah Iran bisa berubah sifat ekstremnya menjadi moderat, besar kemungkinan watak Islam seperti itu akan tersebar luas di Indonesia, tanpa orang harus menjadi Syi'ah.
Menurut Ahmad Tafsir bahwa bagian-bagian keislaman dan keluasan bidang kajiannya memang terdapat di Syi'ah, bukan di Sunni. Agak berat sebetulnya mempertanggungjawabkan pernyataan ini, tetapi memang demikianlah kenyataannya. Mereka mempunyai kajian yang lebih luas ketimbang orang Sunni. Penggabungan antara filsafat yang rasional, tasawuf yang emosional, dan fikih yang ada di tengah-tengah, dilakukan oleh Al-Ghazali yang Sunni. Namun, ternyata, selanjutnya adalah orang Syi'ah semua. Mengapa orang orang Sunni tidak tertarik? Mereka hanyamengatakan bahwa filsafat Islam sudah berakhir setelah A-Ghazali. Akan tetapi, ada filsafat setelah Ibn Rusyd, dan itulah filsafat yang telah disintesiskan dengan tasawuf. Bagaimana bentuknya, masih merupakan masalah yang sulit dijawab. Hanya sajamenurut Ahmad Tafsir, sekalipun sedikit bahwa gabungan filosof dan sufi tercermin dari orang yang senang berpikir; senang berzikir; dan juga senang berpuasa.
Menurut Ahmad Tafsir, manusia mëmpunvai tiga "antena." Pertamaindera. Indera harus dilatih agar mampu memperoleh pengetahuan tingkat tinggi. Indera harus dibantu dengan metode sains agar mampu menghasilkan sains yang berguna dan baik. Kedua, akal. Akal juga harus dilatih, jangan dirusak. Akal bisa dilatih dengan selalu berpikir agar mampu menghasilkan pemikiran yang logis tatkala manusia menyelesaikan masalah-masalah kehidupan. Ketiga, hati. Hati juga harus
dilatih, Namun demikian, dalam kenyataannya, sekarang adakekurangseimbangan di antara ketiga "antena" itu. Sains dan filsafat kita tinggi, tetapi pengetahuan tentang yang gaib acapkali rendah.

B. Pandangan Ahmad Tafsir di Dunia Pendidikan
Pada dasarnya Ahmad Tafsir adalah insan pendidikan dan dakwah. Pengalaman pendidikan, pekerjaan, dan pergaulannya menempatkannya sebagai sosok yang kaya pengalaman dengan lingkungan pergaulan yang luas menembus batas. Latar belakang pendidikannya berangkat dari Pesantren Salafi, tetapi selanjutnya mengikuti pendidikan formal hingga S3. Ia banyak diundang seminar dan berani mengetengahkan persoalan di luar disiplin ilmunya yaitu masalah tasawuf dalam konteksnya membangun insan kamil. Tidak heran jika makalahnya dimuat dalam bentuk buku, misalnya dalam tasawuf menuju terbentuknya insan kamil, ia menyatakan perkembangan tasawuf mempunyai makna yang khusus ketika muncul guru-guru sufi. Jadi, menurut Ahmad Tafsir bahwa pada tahap pertama, berjalanlah tasawuf dalam arti zuhud dan ibadah-ibadah sunnah. Hal ini terjadi kira-kira sejak zaman Nabi Saw. Pada tahap kedua, muncul guru-guru sufi yang sudah mencapai tingkatan tinggi. Mereka mengajarkan wirid dan tarekatnya. Sebelum Al-Ghazali pun jenis-jenis tarekat itu sudah ada. Lalu ada perkembangan sangat berarti di zaman Al-Ghazali yang berjalan cukup panjang.
Menurut Ahmad Tafsir, manusia mëmpunvai tiga "antena." Pertama indera. Indera harus dilatih agar mampu memperoleh pengetahuan tingkat tinggi. Indera harus dibantu dengan metode sains agar mampu menghasilkan sains yang berguna dan baik. Kedua, akal. Akal juga harus dilatih, jangan dirusak. Akal bisa dilatih dengan selalu berpikir agar mampu menghasilkan pemikiran yang logis tatkala manusia menyelesaikan masalah-masalah kehidupan. Ketiga, hati. Hati juga harus dilatih, Namun demikian, dalam kenyataannya, sekarang ada kekurang seimbangan di antara ketiga "antena" itu. Sains dan filsafat kita tinggi, tetapi pengetahuan tentang yang gaib acapkali rendah.
Pembinan kalbu dalam suatu pendidikan sangatlah penting karena kalbu atau hati adalah inti dari kurikulum. Banyak orang berbicara tentang kekurangan pendidikan kita. Kata mereka, pendidikan kita kurang berhasil Karena tidak mampu menghasilkan lulusan siap pakai. Pendidikan kita tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja. Mungkin ada orang yang beranggapan inilah masalah paling besar dalam pendidikan kita. Cara berfikir seperti ini adalah cara berfikir pragmatis.
C. Urgensi Pendidikan Islami
          Terkait dengan pengetahuan yang diwahyukan maka disitu kita membahas ilmu pendidikan islam yang mana ahmad tafsir memberi definisi ilmu pendidikan islam yaitu ilmu yang berdasar al- quran, as- sunnah dan akal. Dalam ilmu pendidikan itu termuat teori, penjelasan teori itu dan data yang mendukung penjelasan teori tersebut. Dalam membahas Ilmu pendidikan islam tidak bisa lepas dari filsafat pendidikan islam, sains atau ilmu adalah pengetuhuan yang logis dan mempunyai bukti empiris, filsafat adalah sejenis pengetahuan manusia yang logis dengan objek- objek yang abstrak sebagai bahasannya, bisa saja objek yang konkret tapi yang ingin diketahui adalah bagian abstraknya dari nobjek konkret tersebut. Suatu teori filsafat itu benar selama bisa dibuktikan secara logis dan untuk selama- lamanya tidak dapat dibuktiklan secara empiris, karena jika itu terjadi maka tidak bisa dikatakan filsafat lagi dan akan berubah menjadi ilmu, sehingga filsafat pendidikan islam bisa dikatakan sebagai kumpulan teori pendidikan islam yang hanya dapat dipertanggung jawabkan secara logis dan tidak akan dapat dibuktikan secara empiris. Maka dapat disimpulkan bahwa ilmu pendidikan islam dan filsafat pendidikan islam sebagai dua hal yang saling mengisi, tentunya dapat difahami bahwa sesuatu yang bersifat empiris membutuhkan logika sebagai cara memahami, dan logic hanya sebuah teori atau filsafat sebagai cara memahami dan tidak harus bisa dibuktikan secara empiris sebagaimana yang telah dikatakan oleh ahmad tafsir tersebut.
          Pendidikan islam bisa dikatakan pendidikan yang kurikulumnya berupa kurikulum islam, bisa juga dikatakan pendidikan yang dilaksanakan pada sebuah lembaga islam, namun apakah dua pengertian diatas sudah dapat mewakili makna pendidikan islam sebenarnya?, sebelum masuk ke pendidikan islam, terlebih dahulu kita lihat makna pendidikan secara terpisah, (marimba (1989:19) menyatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Lodge (1974:23) menyatakan bahwa pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Park (1960: 3) pendidikan adalah pengajaran. Dari pengertian pendidikan yang disebutkan terpisah diatas secara pengertian kita sudah dapat memahaminya namun secara definitif masih sulit, ini menurut ahmad tafsir. Bahkan konferensi internasional tentang pendidikan islam yang pertama (1977) ternyata tidak berhasil merumuskan definisi pendidikan islam (Al-Attas,1979:157). Ahmad tafsir menyebutkan beberapa alasan yang membuat sulitnya mendefinisikan pendidikan islam sebagai berikut:
a.banyaknya jenis kegiatan yang dapat disebut sebagai pendidikan,
b. luasnya aspek yang dibina oleh pendidikan,
          Kegiatan pendidikan dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga: (1). kegiatan pendidikan oleh diri sendiri, (2). kegitan pendidikan oleh lingkungan, (3). kegiatan pendidikan oleh orang lain terhadap orang tertentu. Adapun binaan pendidikan dalam garis besarnya mencakup tiga daerah: (1). daerah jasmani,(2). daerah akal,(3). daerah hati. Tempat pendidikan juga dapat dibagi:(1). rumah tangga,(2). masyarakat,(3). sekolah. Pendidikan islam secara luas menurut ahmad tafsir adalah pengembangan pribadi dala semua aspeknya, dengan penjelasan yang dimaksud pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain (guru).pada seluruh aspek mencakup jasmani, akal dan hati.
          Pendidikan berupa pengaruh alam sekitar sulit sekali dirancang oleh manusia. Pendidikan berupa pengaruh budaya juga sulit dirancang. Oleh karena itu, teori- teori pendidikan oleh lingkungan kurang dikembangkan. Pendidikan oleh diri sendiri juga agak sulit diatur, dan teori- teorinya juga tidak terlalu banyak perkembanganya. Oleh karenya pendidikan itu dibagi dalam tiga macam, yaitu pendidikan dalam rumah tangga, dimasyarakat, dan di sekolah. Barang kali sekarang lebih familier dengan istilah pendidikan formal, non formal dan informal. Namun ahmad tafsir menggunakan bahasa lain dengan pendekatan pembahasan yang berbeda pula. Lebih lanjut dikatakan pendidikan sekolah lebih mudah direncanakan, teori- teorinya pun berkembang dengan pesat sekali.
          Dari hal- hal yang telah disampaikan diatas maka dapat disempitkan bahwa pendidikan adalah bimbingan yang diberikan kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal. lebih lanjut ahmad tafsir mengambil masalah perbedaan antara pendidikan dengan pengajaran, pendapat pertama yang diambil adalah Dewantara (1962:20) bahwa penajaran (onderwijs) itu tidak lain dan tidak bukan ialah salah satu bagian dari pendidikan; jelasnya, pengajaran tidak lain adalah pendidikan dengan cara memberi pengetahuan serta kecakapan. Jadi pendidikan adalah berbagai usaha yang dilakukan seseorang (pendidik) terhadap seseorang (anak didik) agar tercapai perkembangan yang positif. Usaha itu banyak macamnya, salah satunya dengan pengajaran, yaitu mengembangkan pengetahuan dan ketrampilanya. Selain itu, ditempuh juga usaha lain, yaitu memberikan teladan (contoh) agar ditiru, memberikan pujian atau hadiah, mendidik dengan cara membiasakan, dan lain-lain. Kesimpulanya, pengajaran adalah sebagian dari usaha pendidian. Pendidikan adalah usaha mengembangkan seseorang agar terbentuk perkembangan yang maksimal dan positif.
D. Peranan Ahmad Tafsir Dalam Pekembangan Pendidikan di Indonesia
          Indonesia merupakan negara dunia ketiga yang sedang melakukan pembangunan pendidikan sebagaimana yang di amanatkan Undang-Undang Dasar 1945, namun dalam perjalananya timbul berbagai penyimpangan dan masalah-masalah di dalam proses perealisasinya. Kualitas pedidikan di indonesia saat ini dapat di katakan masih sangat rendah, hal ini di buktikan dengan data UNESCO tenteng peringkat indek pengembangan manusia, bahwa indek pengembangan manusia semakin menurun.
          Masalah pendidikan di indonesia bukan saja karena kualitas intelektualitas yang masih rendah tetepi juga di perparah dengan degradasi moral generasi mua yang masih belum bisa menyaring perkembangan globalisasi. Tawuran antar pelajar,narkoba, dan tindakan asusila maupun pelangaran hukum banyak mewarnai pendidikan indonesia, bahkan hal ini kita dapat saksikan secara langsung atau di media massa.
          Salah satu faktor rendahnya kualitas pedidikan di indonesia adalah karena lemahnya para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik sering kali memeksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya. Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalh dan potensi para sisiwa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memeksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus di lakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa di arahkan.
          Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membibing siswa kurikulum yang sentralistik membuat pendidikan semakin buram. Kurikulum hanya di dasarkan dengan pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan masyarakat. Lebih parah lagi, pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Jadi, para lulusan hanya pintar cari kerja dan tidak pernah bisa menciptakan lapangan kerja sendiri, padahal lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas.
          Tampaknya dunia pendidikan di indonesia masih di penuhi kemunafikan karena yang di kejar hanya geler dan angka saja. Ahmad Tafsir menggugat pendidikan kita yang masih menghasilkan lulusan berakhlak buruk seperti suka menang sendiri, pecandu narkoba dan suka tawuran, senang curang dan tidak punya kepekaan sosial. Menurut ahmad tafsir kegagalan pendidikan bukan hanya di ukur dari setandar pemenuhan lapangan kerja. Masalah yang lebih besar adalah pendidikan kita belum menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia. Ahmad Tafsir menegaskan, bangsa-bangsa yang di musnahkan Tuhan bukan karena tidak menguasai iptek atau kurang pandai, namun karena buruknya akhlak. Karena itu, pendidikan tersebut harus mencangkup unsur jasmani, rohani, dan kalbu. Implementasi ketiga unsur itu dalam format pendidikan niscaya menghasilkan lulusan dengan nilai kemanusiaan yang tinggi dan pendidikan di indonesia  pasti menjadi lebih baik.










BAB III
PENUTUP


A.Kesimpulan
          Ahmad Tafsir, lahir di Bengkulu 19 April 1942. Pendidikannya diawali diSekolah Rakyat (sekarang SD) di Bengkulu, melanjutkan sekolah di PGA (Pendidika Guru Agama) 6 tahun di Yogyakarta. Selanjutnya belajar di Fakultas Tarbiyah IAIN Yogyakarta, dan menyelesaikan Jurusan Pendidikan Umum tahun 1969. Tahun 1975-1976 (selama 9 bulan) mengambil Kursus Filsafat di IAIN Yogyakarta. Tahun 1982 mengambil Program S2 di IAIN Jakarta. Tahun 1987 sudah menyelesaikan S3 di IAIN Jakarta juga. Sejak tahun 1970, Tafsir mengajar di Fakultas Tarbiyah IAIN Bandung, sampai sekarang. Tahun 1993, Guru Besar Ilmu Pendidikan ini mempelopori berdirinya Asosiasi Sarjana Pendidikan Islam. (ASPI). Sejak Januari 1997 diangkat menjadi Guru Besar pada Fakultas Tarbiyah IAIN Bandung.





DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, 2005 Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Ahmad, Tafsir. 2002.Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Aqila, Smart. 2010.Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran&Terapi
Praktis. Yogyakarta: Katahati

Arikunto, Suharsimi. 1998.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta: Rineka Cipta.

1 comment:

  1. Sehat Selalu Bapa Kami Anak Anak Insya Allah Akan Menjaga Bapa Selamanya .. Aamiin Yra ...
    Ya Allah Lindungilah Ibu Bapa Ku sodara Sodara Kami Dimanapun Berada ..

    ReplyDelete