BAB II
PEMBAHASAN
A.Biografi
Ahmad Tafsir
1.Latar
Belakang Ahmad
Tafsir
Ahmad
Tafsir, lahir di Bengkulu 19 April 1942. Pendidikannya diawali diSekolah Rakyat
(sekarang SD) di Bengkulu, melanjutkan sekolah di PGA (Pendidika Guru Agama) 6
tahun di Yogyakarta. Selanjutnya belajar di Fakultas Tarbiyah IAIN Yogyakarta,
dan menyelesaikan Jurusan Pendidikan Umum tahun 1969. Tahun 1975-1976 (selama 9
bulan) mengambil Kursus Filsafat di IAIN Yogyakarta. Tahun 1982 mengambil
Program S2 di
IAIN Jakarta. Tahun 1987 sudah menyelesaikan S3 di IAIN Jakarta juga. Sejak
tahun 1970, Tafsir mengajar di Fakultas Tarbiyah IAIN Bandung, sampai sekarang.
Tahun 1993, Guru Besar Ilmu Pendidikan ini mempelopori berdirinya Asosiasi
Sarjana Pendidikan Islam. (ASPI). Sejak Januari 1997 diangkat menjadi Guru
Besar pada Fakultas Tarbiyah IAIN Bandung.
Pada
dasarnya Ahmad Tafsir adalah insan pendidikan dan dakwah. Pengalaman
pendidikan, pekerjaan, dan pergaulannya menempatkannya sebagai sosok yang kaya
pengalaman dengan lingkungan pergaulan yang luas menembus batas. Latar belakang
pendidikannya berangkat dari Pesantren Salafi, tetapi selanjutnya mengikuti
pendidikan formal hingga S3. Ia
banyak diundang seminar dan berani mengetengahkan persoalan di luar disiplin
ilmunya yaitu masalah tasawuf dalam konteksnya membangun insan kamil. Tidak
heran jika makalahnya dimuat dalam bentuk buku, misalnya dalam tasawuf menuju
terbentuknya insan kamil, ia menyatakan perkembangan tasawuf mempunyai makna
yang khusus ketika muncul guru-guru sufi. Jadi, menurut Ahmad Tafsir bahwa pada
tahap pertama, berjalanlah tasawuf dalam arti zuhud dan ibadah-ibadah sunnah.
Hal ini terjadi kira-kira sejak zaman Nabi Saw. Pada tahap kedua, muncul
guru-guru sufi yang sudah mencapai tingkatan tinggi. Mereka mengajarkan wirid
dan tarekatnya. Sebelum Al-Ghazali pun jenis-jenis tarekat itu sudah ada. Lalu
ada perkembangan sangat berarti di zaman Al-Ghazali yang berjalan cukup
panjang". Pada masa ini, tasawuf sudah berbeda dari sebelumnya. Sebab, tasawuf
sudah bercampur dengan filsafat.
Menurut
Ahmad Tafsir, di kalangan orang Syi'ah, tradisi tasawuf kuat sekali, dibarengi
dengan filsafat dan fikih ortodoks yang juga kuat. Pikiran Syi'ah memang agak
ganjil. FikihSyi'ah kadang kadang
tampak rasional dan kadang-kadang tampak sangat kaku. Filsafat mereka juga kadang-kadang
rasional sekali dan kadang-kadang sudah bercampur dengan 'irfan sehingga
tidak tampak lagi ciri rasionalnya. Sementara itu, menurut Ahmad Tafsir bahwa
yang ia saksikan selama ini di Indonesia, ketiga-tiganya saling terpisah. Jarang
sekali, seorang ahli fikih adalah
juga seorang filosof atau seorang sufi. Demikian juga sebaliknya. Padahal,
warna
tasawuf yang sudah dicampur dengan filsafat dan fikih sudah ada pada zaman
Mulla Shadra yang dimulai sejak Al-Ghazali. Pernah ada orang bertanya kepada
Ahmad Tafsir,: mungkinkah Syi'ah Iran masuk ke Indonesia? Dulu, dizaman Imam
Khomeini, hal itu bisa mungkin dan bisa mustahil. Salah satu kemungkinannya
disebabkan tarekat demikian kuat di Indonesia. Karena Syi'ah adalah tarekat, ia
mungkin bisa masuk ke Indonesia tanpa orang harus menjadi Syi'ah.Akan tetapi,
hal itu bisa juga mustahil kalau Syi'ah dilihat sebagai mazhab yang ekstrem
secara politik. Sebab, watak orang Indonesia tidaklah ekstrem, tetapi damai.
Jika Syi'ah Iran bisa berubah sifat ekstremnya menjadi moderat, besar
kemungkinan watak Islam seperti itu akan tersebar luas di Indonesia, tanpa
orang harus menjadi Syi'ah.
Menurut
Ahmad Tafsir bahwa bagian-bagian keislaman dan keluasan bidang kajiannya
memang terdapat di Syi'ah, bukan di Sunni. Agak berat sebetulnya
mempertanggungjawabkan pernyataan ini, tetapi memang demikianlah kenyataannya.
Mereka mempunyai kajian yang lebih luas ketimbang orang Sunni. Penggabungan
antara filsafat yang rasional, tasawuf yang emosional, dan fikih yang ada di
tengah-tengah, dilakukan oleh Al-Ghazali yang Sunni. Namun, ternyata,
selanjutnya adalah orang Syi'ah semua. Mengapa orang orang
Sunni tidak tertarik? Mereka hanyamengatakan bahwa filsafat Islam sudah berakhir
setelah A-Ghazali. Akan tetapi, ada filsafat setelah Ibn Rusyd, dan itulah filsafat
yang telah disintesiskan dengan tasawuf. Bagaimana bentuknya, masih merupakan
masalah yang sulit dijawab. Hanya sajamenurut Ahmad Tafsir, sekalipun sedikit
bahwa gabungan filosof dan sufi tercermin dari orang yang senang berpikir;
senang berzikir; dan juga senang berpuasa.
Menurut
Ahmad Tafsir, manusia mëmpunvai tiga "antena." Pertamaindera. Indera
harus dilatih agar mampu memperoleh
pengetahuan tingkat tinggi. Indera harus dibantu dengan metode sains agar mampu
menghasilkan sains yang berguna dan baik. Kedua, akal. Akal juga harus dilatih,
jangan dirusak. Akal bisa dilatih dengan selalu berpikir agar mampu
menghasilkan pemikiran yang logis tatkala manusia menyelesaikan masalah-masalah
kehidupan. Ketiga, hati. Hati juga harus
dilatih,
Namun demikian, dalam kenyataannya, sekarang adakekurangseimbangan
di antara ketiga "antena" itu. Sains dan filsafat kita tinggi, tetapi
pengetahuan tentang yang gaib acapkali rendah.
B. Pandangan Ahmad Tafsir di Dunia
Pendidikan
Pada dasarnya Ahmad Tafsir adalah
insan pendidikan dan dakwah. Pengalaman pendidikan, pekerjaan, dan pergaulannya
menempatkannya sebagai sosok yang kaya pengalaman dengan lingkungan pergaulan
yang luas menembus batas. Latar belakang pendidikannya berangkat dari Pesantren
Salafi, tetapi selanjutnya mengikuti pendidikan formal hingga S3. Ia banyak
diundang seminar dan berani mengetengahkan persoalan di luar disiplin ilmunya
yaitu masalah tasawuf dalam konteksnya membangun insan kamil. Tidak heran jika
makalahnya dimuat dalam bentuk buku, misalnya dalam tasawuf menuju terbentuknya
insan kamil, ia menyatakan perkembangan tasawuf mempunyai makna yang khusus
ketika muncul guru-guru sufi. Jadi, menurut Ahmad Tafsir bahwa pada tahap
pertama, berjalanlah tasawuf dalam arti zuhud dan ibadah-ibadah sunnah. Hal ini
terjadi kira-kira sejak zaman Nabi Saw. Pada tahap kedua, muncul guru-guru sufi
yang sudah mencapai tingkatan tinggi. Mereka mengajarkan wirid dan tarekatnya.
Sebelum Al-Ghazali pun jenis-jenis tarekat itu sudah ada. Lalu ada perkembangan
sangat berarti di zaman Al-Ghazali yang berjalan cukup panjang.
Menurut Ahmad Tafsir, manusia
mëmpunvai tiga "antena." Pertama indera. Indera harus dilatih agar
mampu memperoleh pengetahuan tingkat tinggi. Indera harus dibantu dengan metode
sains agar mampu menghasilkan sains yang berguna dan baik. Kedua, akal. Akal
juga harus dilatih, jangan dirusak. Akal bisa dilatih dengan selalu berpikir
agar mampu menghasilkan pemikiran yang logis tatkala manusia menyelesaikan
masalah-masalah kehidupan. Ketiga, hati. Hati juga harus dilatih, Namun
demikian, dalam kenyataannya, sekarang ada kekurang seimbangan di antara ketiga
"antena" itu. Sains dan filsafat kita tinggi, tetapi pengetahuan
tentang yang gaib acapkali rendah.
Pembinan
kalbu dalam suatu pendidikan sangatlah penting karena kalbu atau hati adalah
inti dari kurikulum. Banyak orang berbicara tentang kekurangan pendidikan kita.
Kata mereka, pendidikan kita kurang berhasil Karena tidak mampu menghasilkan lulusan
siap pakai. Pendidikan kita tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja.
Mungkin ada orang yang beranggapan inilah masalah paling besar dalam pendidikan
kita. Cara berfikir seperti ini adalah cara berfikir pragmatis.
C. Urgensi
Pendidikan Islami
Terkait
dengan pengetahuan yang diwahyukan maka disitu kita membahas ilmu pendidikan
islam yang mana ahmad tafsir memberi definisi ilmu pendidikan islam yaitu ilmu
yang berdasar al- quran, as- sunnah dan akal. Dalam ilmu pendidikan itu termuat
teori, penjelasan teori itu dan data yang mendukung penjelasan teori tersebut.
Dalam membahas Ilmu pendidikan islam tidak bisa lepas dari filsafat pendidikan
islam, sains atau ilmu adalah pengetuhuan yang logis dan mempunyai bukti
empiris, filsafat adalah sejenis pengetahuan manusia yang logis dengan objek-
objek yang abstrak sebagai bahasannya, bisa saja objek yang konkret tapi yang
ingin diketahui adalah bagian abstraknya dari nobjek konkret tersebut. Suatu
teori filsafat itu benar selama bisa dibuktikan secara logis dan untuk selama-
lamanya tidak dapat dibuktiklan secara empiris, karena jika itu terjadi maka
tidak bisa dikatakan filsafat lagi dan akan berubah menjadi ilmu, sehingga
filsafat pendidikan islam bisa dikatakan sebagai kumpulan teori pendidikan
islam yang hanya dapat dipertanggung jawabkan secara logis dan tidak akan dapat
dibuktikan secara empiris. Maka dapat disimpulkan bahwa ilmu pendidikan islam
dan filsafat pendidikan islam sebagai dua hal yang saling mengisi, tentunya
dapat difahami bahwa sesuatu yang bersifat empiris membutuhkan logika sebagai
cara memahami, dan logic hanya sebuah teori atau filsafat sebagai cara memahami
dan tidak harus bisa dibuktikan secara empiris sebagaimana yang telah dikatakan
oleh ahmad tafsir tersebut.
Pendidikan
islam bisa dikatakan pendidikan yang kurikulumnya berupa kurikulum islam, bisa
juga dikatakan pendidikan yang dilaksanakan pada sebuah lembaga islam, namun
apakah dua pengertian diatas sudah dapat mewakili makna pendidikan islam
sebenarnya?, sebelum masuk ke pendidikan islam, terlebih dahulu kita lihat
makna pendidikan secara terpisah, (marimba (1989:19) menyatakan bahwa
pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang
utama. Lodge (1974:23) menyatakan bahwa pendidikan itu menyangkut seluruh
pengalaman. Park (1960: 3) pendidikan adalah pengajaran. Dari pengertian
pendidikan yang disebutkan terpisah diatas secara pengertian kita sudah dapat
memahaminya namun secara definitif masih sulit, ini menurut ahmad tafsir.
Bahkan konferensi internasional tentang pendidikan islam yang pertama (1977)
ternyata tidak berhasil merumuskan definisi pendidikan islam
(Al-Attas,1979:157). Ahmad tafsir menyebutkan beberapa alasan yang membuat
sulitnya mendefinisikan pendidikan islam sebagai berikut:
a.banyaknya jenis kegiatan yang dapat disebut sebagai
pendidikan,
b. luasnya aspek yang dibina oleh pendidikan,
Kegiatan
pendidikan dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga: (1). kegiatan
pendidikan oleh diri sendiri, (2). kegitan pendidikan oleh lingkungan, (3).
kegiatan pendidikan oleh orang lain terhadap orang tertentu. Adapun binaan
pendidikan dalam garis besarnya mencakup tiga daerah: (1). daerah jasmani,(2).
daerah akal,(3). daerah hati. Tempat pendidikan juga dapat dibagi:(1). rumah
tangga,(2). masyarakat,(3). sekolah. Pendidikan islam secara luas menurut ahmad
tafsir adalah pengembangan pribadi dala semua aspeknya, dengan penjelasan yang
dimaksud pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri,
pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain (guru).pada seluruh
aspek mencakup jasmani, akal dan hati.
Pendidikan
berupa pengaruh alam sekitar sulit sekali dirancang oleh manusia. Pendidikan
berupa pengaruh budaya juga sulit dirancang. Oleh karena itu, teori- teori
pendidikan oleh lingkungan kurang dikembangkan. Pendidikan oleh diri sendiri
juga agak sulit diatur, dan teori- teorinya juga tidak terlalu banyak
perkembanganya. Oleh karenya pendidikan itu dibagi dalam tiga macam, yaitu
pendidikan dalam rumah tangga, dimasyarakat, dan di sekolah. Barang kali
sekarang lebih familier dengan istilah pendidikan formal, non formal dan
informal. Namun ahmad tafsir menggunakan bahasa lain dengan pendekatan pembahasan
yang berbeda pula. Lebih lanjut dikatakan pendidikan sekolah lebih mudah
direncanakan, teori- teorinya pun berkembang dengan pesat sekali.
Dari
hal- hal yang telah disampaikan diatas maka dapat disempitkan bahwa pendidikan
adalah bimbingan yang diberikan kepada seseorang agar ia berkembang secara
maksimal. lebih lanjut ahmad tafsir mengambil masalah perbedaan antara
pendidikan dengan pengajaran, pendapat pertama yang diambil adalah Dewantara
(1962:20) bahwa penajaran (onderwijs) itu tidak lain dan tidak bukan ialah
salah satu bagian dari pendidikan; jelasnya, pengajaran tidak lain adalah
pendidikan dengan cara memberi pengetahuan serta kecakapan. Jadi pendidikan
adalah berbagai usaha yang dilakukan seseorang (pendidik) terhadap seseorang
(anak didik) agar tercapai perkembangan yang positif. Usaha itu banyak
macamnya, salah satunya dengan pengajaran, yaitu mengembangkan pengetahuan dan
ketrampilanya. Selain itu, ditempuh juga usaha lain, yaitu memberikan teladan
(contoh) agar ditiru, memberikan pujian atau hadiah, mendidik dengan cara
membiasakan, dan lain-lain. Kesimpulanya, pengajaran adalah sebagian dari usaha
pendidian. Pendidikan adalah usaha mengembangkan seseorang agar terbentuk
perkembangan yang maksimal dan positif.
D. Peranan Ahmad Tafsir Dalam Pekembangan
Pendidikan di Indonesia
Indonesia
merupakan negara dunia ketiga yang sedang melakukan pembangunan pendidikan
sebagaimana yang di amanatkan Undang-Undang Dasar 1945, namun dalam
perjalananya timbul berbagai penyimpangan dan masalah-masalah di dalam proses
perealisasinya. Kualitas pedidikan di indonesia saat ini dapat di katakan masih
sangat rendah, hal ini di buktikan dengan data UNESCO tenteng peringkat indek
pengembangan manusia, bahwa indek pengembangan manusia semakin menurun.
Masalah
pendidikan di indonesia bukan saja karena kualitas intelektualitas yang masih
rendah tetepi juga di perparah dengan degradasi moral generasi mua yang masih
belum bisa menyaring perkembangan globalisasi. Tawuran antar pelajar,narkoba,
dan tindakan asusila maupun pelangaran hukum banyak mewarnai pendidikan
indonesia, bahkan hal ini kita dapat saksikan secara langsung atau di media
massa.
Salah
satu faktor rendahnya kualitas pedidikan di indonesia adalah karena lemahnya
para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik sering kali memeksakan
kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki
siswanya. Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalh dan
potensi para sisiwa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan
malah memeksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu.
Proses pendidikan yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk
kreatif. Itu harus di lakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa
di arahkan.
Selain
kurang kreatifnya para pendidik dalam membibing siswa kurikulum yang
sentralistik membuat pendidikan semakin buram. Kurikulum hanya di dasarkan
dengan pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan masyarakat. Lebih parah lagi,
pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Jadi, para lulusan
hanya pintar cari kerja dan tidak pernah bisa menciptakan lapangan kerja
sendiri, padahal lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas.
Tampaknya
dunia pendidikan di indonesia masih di penuhi kemunafikan karena yang di kejar
hanya geler dan angka saja. Ahmad Tafsir menggugat pendidikan kita yang masih
menghasilkan lulusan berakhlak buruk seperti suka menang sendiri, pecandu
narkoba dan suka tawuran, senang curang dan tidak punya kepekaan sosial.
Menurut ahmad tafsir kegagalan pendidikan bukan hanya di ukur dari setandar
pemenuhan lapangan kerja. Masalah yang lebih besar adalah pendidikan kita belum
menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia. Ahmad Tafsir menegaskan,
bangsa-bangsa yang di musnahkan Tuhan bukan karena tidak menguasai iptek atau
kurang pandai, namun karena buruknya akhlak. Karena itu, pendidikan tersebut
harus mencangkup unsur jasmani, rohani, dan kalbu. Implementasi ketiga unsur
itu dalam format pendidikan niscaya menghasilkan lulusan dengan nilai
kemanusiaan yang tinggi dan pendidikan di indonesia pasti menjadi lebih baik.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Ahmad
Tafsir, lahir di Bengkulu 19 April 1942. Pendidikannya diawali diSekolah Rakyat
(sekarang SD) di Bengkulu, melanjutkan sekolah di PGA (Pendidika Guru Agama) 6
tahun di Yogyakarta. Selanjutnya belajar di Fakultas Tarbiyah IAIN Yogyakarta,
dan menyelesaikan Jurusan Pendidikan Umum tahun 1969. Tahun 1975-1976 (selama 9
bulan) mengambil Kursus Filsafat di IAIN Yogyakarta. Tahun 1982 mengambil
Program S2 di IAIN Jakarta. Tahun 1987 sudah menyelesaikan S3 di IAIN Jakarta
juga. Sejak tahun 1970, Tafsir mengajar di Fakultas Tarbiyah IAIN Bandung,
sampai sekarang. Tahun 1993, Guru Besar Ilmu Pendidikan ini mempelopori
berdirinya Asosiasi Sarjana Pendidikan Islam. (ASPI). Sejak Januari 1997
diangkat menjadi Guru Besar pada Fakultas Tarbiyah IAIN Bandung.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, 2005 Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung :
Remaja
Rosdakarya.
Ahmad, Tafsir.
2002.Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Aqila, Smart.
2010.Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran&Terapi
Praktis.
Yogyakarta: Katahati
Arikunto,
Suharsimi. 1998.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta: Rineka
Cipta.
Sehat Selalu Bapa Kami Anak Anak Insya Allah Akan Menjaga Bapa Selamanya .. Aamiin Yra ...
ReplyDeleteYa Allah Lindungilah Ibu Bapa Ku sodara Sodara Kami Dimanapun Berada ..